BARU PERMENKES NO.51 TAHUN 2018 MENGENAI PENGENAAN URUN BIAYA DAN SELISIH BIAYA DALAM PROGRAM JAMINAN KESEHATAN

Pendahuluan

Lahirnya Permenkes No.51 Tahun 2018 tentang pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam  program jaminan kesehatan menunjukkan sebuah teknik/pendekatan baru yang dilakukan pemerintah dalam rangka membantu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan dalam melakukan kendali  mutu dan kendali biaya layanan kesehatan. Kita ketahui sejak lahirnya JKN 1 Januari tahun 2014, badan penyelenggara jaminan kesehatan nasional yang mengelola JKN ini terus mengalami defisit hingga tahun ke-lima pelaksaannya, dan defisit yang terjadi terus meningkat setiap tahunnya. Berikut data yang dihimpun dari berbagai sumber: Pada tahun 2014 defisit sebesar Rp3,3 triliun, tahun 2015 meningkat menjadi Rp5,7 triliun, tahun 2016 masih meningkat menjadi Rp9,7 triliun, tahun 2017 sebesar Rp9,75 Triliun dan tahun 2018 sekitar 10,98 T, sehingga total defisit dari tahun 2014-2018 adalah sebesar Rp39,4 triliun.

Sebagaimana yang kita ketahui urun biaya ini dilakukan karena diyakini akan mengurangi penggunaan layanan kesehatan yang tidak diperlukan atau layanan kesehatan yang tidak efisien.  Urun biaya biasanya dilakukan dengan cara: 1. Copayment (membayar sejumlah nilai tertentu untuk setiap layanan atau tindakan (yang mana peserta harus bayar secara out of pocket/dari kantong sendiri). 2. Coinsurance (membayar dengan proporsi tertentu (5%, 10%, dsb) dari total biaya layanan kesehatan yang harus dibayar oleh peserta. 3. Deductible (membayar sejumlah nominal tertentu yang harus dibayar peserta asuransi terlebih dahulu (hingga batas tertentu), sebelum pihak asuransi yang harus membayar.

Jika dilihat dalam Permenkes 51 tahun 2018 pendekatan yang dilakukan adalah dengan copayment dan coinsurance, yang juga masih perlu dilakukan kajian-kajian yang mendalam dalam penerapannya.

 

Hasil Kajian Urun Biaya di Negara Lain

Hasil Penelitian Perkowski P1, dan Rodberg L2, di 28 negara OECD yaitu: Australia, Austria, Belgia, Kanada, Republik Ceko, Denmark, Estonia, Finlandia, Prancis, Jerman, Yunani, Islandia, Irlandia, Israel, Italia, Jepang, Luksemburg, Belanda, Selandia Baru, Norwegia, Polandia, Portugal, Slovakia, Korea Selatan, Spanyol, Swedia, Swiss, dan Inggris menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara cost sharing (urun biaya) dengan pengeluaran kesehatan dan utilisasi (pemanfaatan layanan kesehatan) di negara tersebut.

Berikut hasil penelitian tersebut, pada hubungan urun biaya dan utilisasi dimana dilihat dengan rata-rata konsultasi medis per kapita baik pada negara-negara dengan urun biaya dan negara-negara tanpa urun biaya. Hasil: Pada tahun 2009, jumlah rata – rata konsultasi per kapita pada negara tanpa urun biaya adalah 6,78, mulai dari yang terendah 4,6 di Denmark dan tertinggi 11,3 di Slovakia. Pada tahun yang sama, rata-rata negara dengan urun biaya adalah 6,88, mulai dari yang terendah 2,9 di Swedia hingga 13,1 di Jepang. Dan perbedaan ini menunjukkan hasil yang tidak signifikan secara statistik (p=0.940). Bahkan pada perbedaan paling besar yang terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 1,21 konsultasi dokter per kapita. Hasilnya tetap menunjukkan tidak signifikan secara statistik (p= 0.435). Penelitian tersebut menunukkan fakta bahwa perbedaan dalam pemanfaatan layanan kesehatan (utilisasi) antara negara-negara dengan urun biaya dan tanpa urun biaya dalam layanan kesehatan tidak signifikan secara statistik selama tahun 2005-2009. (Perkowski and Rodberg, 2015)

 

Bagaimana dengan Indonesia?

Kita ketahui dalam permenkes No.51 Tahun 2018 belum dijelaskan secara detail jenis penyakit apa saja yang akan dikenakan urun biaya dan berapa besar urun biayanya, Permenkes 51 tahun 2018 tersebut mengamatkan untuk dapat dilakukan kajian-kajian agar diketahui pelayanan apa saja yang dapat dikenakan urun biaya beserta perhitungan biayanya. Sebagaimana dalam amanat UU NO. 40 tahun 2004 tentang SJSN disebutkan hanya pelayanan yang dapat menimbulkan penyalahgunaan pelayanan yang dapat dikenakan urun biaya atau cost sharing, dan urun biaya tidak diperbolehkan bagi kelompok masyarakat tidak mampu (PBI). Dalam permenkes No.51 Tahun 2018 mengamatkan stakeholder terkait (Pemerintah, Bapel, Akademisi, dsb) untuk melakukan kajian comprehensive untuk menentukan layanan kesehatan yang memang dapat dikenakan urun biaya ini.

 

Berikut Download power point pemaparan mengenai kebijakan pengenaan urun biaya dan selisih biaya dalam jaminan kesehatan oleh Kepala Biro Hukum dan Organisasi Kementerian Kesehatan.

 

Download Permenkes No.51 Tahun 2018

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.