,

Webinar Series Mental Health: Penguatan kapasitas klinis tatalaksana skizofrenia

Pusat KPMAK UGM kembali menyelenggarakan Mental Health Webinar Series yang telah dilaksanakan pada Kamis, 19 Agustus 2021. Seri kedua ini mengusung tema “Penguatan Kapasitas Klinis dalam Tatalaksana Skizofrenia” dengan menghadirkan arasumber ahli, yaitu Dr. dr. Hervita Diatri, SpKJ(K) (Psikiater Komunitas FK UI), dr. Lahargo Kembaren, SpKJ (Psikiater RSJ dr. H. Marzoeki Mahdi), dan dr. Deborah Johanah Rattu MHKes, MKM (Ketua Bidang Pengembangan Program dan Mutu Layanan Kesehatan DPP APKESMI)serta dr. Albert A. Maramis, SpKJ(K) (anggota PDSKJI) sebagai moderator.  Kegiatan webinar series kedua ini diawali dengan sambutan Dekan FKKMK dan Ketua Pusat KPMAK UGM.

Inti webinar dimulai dengan pemaparan materi dari narasumber ahli kemudian dilanjutkan dengan diskusi pada sesi terakhir. Pemaparan materi pertama disampaikan oleh dr. Lahargo Kembaren, SpKJ dengan topik “Penatalaksanaan Skizofrenia dan Penggunaan Terapi Inovatif di Rumah Sakit” yang dimulai dengan studi kasus inspiratif pasien skizofrenia yang menjalani proses terapi hingga mencapai recovery, dan bahkan pasien menjadi mahasiswa sekaligus wirausahawan hidroponik yang berkembang. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa berat kronis, yang ditandai dengan gangguan pikiran, perasaan, bahasa, dan perilaku yang menyebabkan penurunan fungsi dan produktivitas dalam kehidupan. Penatalaksanaan skizofrenia meliputi psikofarmaka, rehabilitasi psikososial, psikoterapi, dan support system. Berbagai kegiatan latihan inovatif yang dilakukan RSJ Marzuki Mahdi Bogor meliputi kelas hidroponik, tata boga, remediasi kognitif, latihan kerajinan tangan, olahraga dan latihan fisik, latihan musik, kegiatan spiritual, serta adanya komunitas terapeutik yang dibina secara langsung. RSJ Marzuki Mahdi juga menggelar acara bulanan “Rehab Day” yang mengintegrasikan berbagai kegiatan latihan dalam bentuk bazaar, pagelaran seni, lomba, nonton bersama, dan rekreasi. Selain terapi latihan, RSJ Marzuki Mahdi juga menggunakan alat modalitas berupa electroconvulsive therapy/ECT dan yang terbaru adalah transcranial magnetic stimulation/TMS, sera terapi neurofeedback. Seluruh rangkaian terapi skizofrenia tersebut dilakukan untuk mencapai target terapi, yaitu recovery. Sebagai penutup pemaparannya, dr. Lahargo Kembaren menegaskan bahwa skizofrenia tidak bisa diselesaikan sendirian, mari bersinergi, berkolaborasi sesuai kompetensi masing-masing agar orang dengan skizofrenia dapat pulih, kembali produktif, dan mendapat hidup yang bermakna.

Pemaparan kedua dilanjutkan oleh Dr. dr. Hervita Diatri SpKJ(K) yang mengangkat topik “Peran Psikiater dalam Penguatan Pelayanan Skizofrenia di Rumah Sakit dan Tatanan Layanan Primer”. Psikiater berperan sebagai bagian tim penyedia layanan, manajer klinis, penjamin mutu layanan, pendidik dan pelatih, peneliti, melakukan advokasi, pegawai negeri maupun swasta, serta pembuat kebijakan. Ketimpangan distribusi psikiater dan layanan psikiatri di Indonesia menambah kompleksitas peran psikiater. Oleh karena itu, jika hanya mengandalkan peran psikiater saja jelas layanan kesehatan jiwa yang diharapkan tidak mungkin tercapai, sehingga perlu cascading dengan menurunkan layanan kesehatan jiwa pada fasilitas layanan kesehatan primer. Kaitannya dengan hal ini tugas psikiater yang pertama adalah untuk merangkul dan melatih semua aktor penting di komunitas masyarakat; melatih dan supervisi tenaga kesehatan di layanan primer, termasuk menindaklanjuti rujuk balik; berkolaborasi dengan semua aktor penting guna memastikan kapasitas dimiliki melalui pelatihan, pengembangan, dan supervisi bagi yang membutuhkan. Berbagai aspek dalam sistem layanan kesehatan jiwa perlu direformasi dengan mengadaptasi model collaborative care model. Collaborative care model bersifat team driven, berfokus pada layanan yang telah ditentukan, dan menyediakan layanan berbasis bukti. Pendekatan collaborative team sangat memperlihatkan bahwa psikiater memberikan arahan pada layanan primer dan care manager, termasuk kepada pasien. Hal ini akan jauh lebih fit pada kondisi Indonesia, yang mana menumbuhkan layanan kesehatan jiwa pada pelayanan primer dan rumah sakit hanya menerima kasus yang tidak bisa diselesaikan di layanan primer. Peran psikiater di layanan primer juga dapat ditawarkan melalui bantuan home visit, pelayanan langsung di fasilitas kesehatan primer untuk kasus khusus, diskusi kasus berkala, dan joint consultation. Terakhir, dr. Hervita menyampaikan bahwa tidaklah benar jika kita berbagi akan kehilangan ilmu, justru dengan berbagi ilmu akan meningkat, serta masalah besar dapat teratasi jika dilakukan secara bersama-sama.

Pemaparan ketiga disampaikan oleh dr. Deborah Johana Rattu, MH.Kes., MKM, Sp. DLP dengan topik “Peran Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dalam Penatalaksanaan Skizofrenia”. Peran pelayanan kesehatan jiwa di layanan primer mulai digalakkan setelah adanya Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan. Pelayanan kesehatan jiwa tingkat primer, khususnya di Kota Bandung meliputi pelayanan promotif, deteksi dini, tata laksana, serta advokasi dan pemberdayaan. Pada aspek advokasi dan pemberdayaan, Puskesmas di Kota Bandung membentuk satu tim yang berkoordinasi dengan lintas sektor, yaitu Tim Pelaksanaan Kesehatan Jiwa Masyarakat (TPKJM) dan Kelurahan Siaga Sehat Jiwa (KSSJ) tahun 2020. Namun, sejak adanya pandemi Covid-19 kegiatan ini terhenti sebab Puskesmas fokus pada penanganan Covid-19. Adanya pandemi ini mendorong pemerintah daerah melalui Puskesmas untuk membentuk KSSJ dan Poskeswa pada tahun 2021 menggunakan dana BOK, karena ternyata dampak pandemi Covid-19 sangat luar biasa. Selama pandemi ini, Puskesmas tetap melakukan skrining masalah kesehatan jiwa dan membuka layanan konseling kesehatan jiwa secara online. Evakuasi ODGJ berat dilakukan dengan protokol kesehatan pada masa-masa adaptasi kebiasaan baru ini. Alur pemeriksaan ODGJ berat di Puskesmas meliputi wawancara psikiatrik dan pemeriksaan status mental oleh dokter. Sedangkan untuk penanganan kedaruratan psikiatrik biasanya dirujuk, sekaligus memberikan edukasi kepatuhan minum obat pada pasien atau keluarga. Namun jika ada penyakit penyerta biasanya kita melakukan pengobatan dasarnya untuk menyembuhkan penyakit-penyakit lainnya. Pelaksanaan pelayanan kesehatan jiwa yang sudah dilakukan Puskesmas mulai pelayanan kesehatan jiwa, evakuasi yang didampingi oleh Kepolisian dari Babinsa, pemberian obat bagi pasien yang tidak mau minum obat, dan pemberian edukasi kepada pasien. Penanganan masalah kesehatan jiwa memang membutuhkan kerja sama berbagai sektor terkait, karena Puskesmas tidak bisa berdiri sendiri. Penanganan ODGJ berat juga merupakan salah satu indikator standar pelayanan minimal bidang kesehatan yang tetap harus dilakukan walaupun pada masa kini sehingga harus dilakukan berbagai inovasi, terutama pada masa pandemi Covid-19. Kemudian di akhir materi akan membahas tentang , memang saat ini masih kurangnya tingkat lanjut yang memiliki pelayanan rawat inap untuk ODGJ karena jumlah rumah sakit sangat sedikit. Peran kader untuk memberikan penyuluhan terhadap masyarakat sangat diperlukan karena masih tingginya stigma masyarakat terhadap ODGJ.

Sesi inti webinar diakhiri dengan diskusi interaktif antarnarasumber dan partisipan. Salah satu pertanyaan pemantik adalah hal yang dibutuhkan tenaga kesehatan fasilitas kesehatan primer dalam layanan kesehatan jiwa, pertanyaan ini kemudian dijawab oleh dr. Deborah yang mengharapkan adanya refreshment ilmu kesehatan jiwa yang sudah cukup “terlupakan” akibat fokus pada penanganan Covid-19. Banyak juga yang harus dipersiapkan seperti penatalaksanaan tempat dan kesiapan pengamanan satpam. Sesi diskusi interaktif dilanjutkan hingga akhir acara webinar. Diskusi kemudian ditutup oleh moderator, dr. Albert A. Maramis, SpKJ(K). Dari diskusi yang telah dilakukan, terlihat bahwa banyak kebutuhan yang harus dipenuhi untuk peningkatan kualitas kesehatan jiwa. Hal ini adalah peluang yang baik untuk memperbaiki sistem yang ada. Ketangguhan suatu sistem teruji manakala datang bencana, dan kita bisa lihat dengan adanya pandemi ini sistem kesehatan kita ternyata sangat rapuh. Ini adalah pekerjaan rumah besar bagi kita dan momentum yang ada saat ini bisa digunakan untuk pengembangan lebih lanjut sebagaimana bencana fisik yang sudah dilalui. Kegiatan Webinar Mental Health Series kedua ini pada bagian terakhir ditutup oleh Ketua Pusat KPMAK dan MC.

 

Materi webinar hari ini dapat diunduh di https://bit.ly/materimentalhealth2 .

Rekaman akan kami unggah di kanal YouTube Pusat KPMAK FKKMK UGM.

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.