Dampak Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan terhadap Program JKN

27 Mei 2021 – Pusat Kebijakan Pembiaayan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK) FKKMK UGM berkerjasama dengan Boehringer Ingeheim menyelenggarakan webinar “Dampak Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan terhadap Program JKN”. Webinar ini menghadirkan narasumber Muttaqien, MPH, AAK (Anggota DJSN), Dr. dr. Yout Savitri, MARS (Kepala Subdirektorat Pengelolaan Rujukan dan Pemantauan Rumah Sakit, Direktorat Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan), dr. Elsa Novelia, MKM (Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan BPJS Kesehatan), dan dr. Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK, Ph.D (Sekretaris Kompartemen Jaminan Kesehatan PERSI), yang dimoderatori oleh Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., M.Kes, MBA (Ketua Pusat KPMAK FKKMK UGM). Peserta webinar terdiri dari pemangku kepentingan, peneliti dan akademisi, peminat jaminan kesehatan dan ekonomi kesehatan, serta alumni dan mahasiswa Minat KPMAK Program Pascasarjana IKM FKKMK UGM.

Sesi Pembukaan

Webinar diawali dengan sambutan oleh Presiden Direktur Boehringer Ingeheim Indonesia, yaitu Cynderella Carlynda Bautista Galimpin. Boehringer IngeIheim merupakan perusahaan multinasional independen yang bergerak di bidang pengembangan obat bagi kesehatan manusia dan hewan. Boehringer Ingelheim berkomitmen untuk meningkatkan investasi pada bidang penelitian dan pengembangan yang mendorong inovasi, serta mendukung ilmu kedokteran masa depan salah satunya melalui kerja sama dengan Pusat KPMAK FKKMK UGM beserta DJSN untuk berpartisipasi dalam webinar ini.

Pembukaan dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua Pusat KPMAK FKKMK UGM, yaitu Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., M.Kes, MBA. Dalam sambutannya beliau menyampaikan bahwa berkaitan dengan perumahsakitan dan JKN, saat ini DJSN sedang menyusun kebijakan konsep kriteria rawat inap jaminan kesehatan nasional (KRI-JKN) yang disusun berdasar prinsip asuransi sosial dan ekuitas. Webinar ini dilaksanakan untuk diseminasi dan optimalisasi penyelenggaraan perumahsakitan guna berkontribusi dalam akses mutu pelayanan kesehatan dalam rangka perbaikan.

 

Topik Pertama

Topik panel pertama disampaikan oleh Muttaqien, MPH, AAK yang membahas tentang dampak PP No. 47/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perumahsakitan terhadap Pelaksanaan BPJS Kesehatan. PP No. 47/2021 merupakan turunan dari UU No. 11/2020 tentang Cipta Kerja. Adanya PP No. 47/2021 diharapkan akan mendorong pencapaian tujuan JKN melalui perbaikan terhadap keberlanjutan, mutu, dan ekuitas pelaksanaan JKN. Sebelum adanya PP No. 47/2021 terdapat permasalahan yang terkait maldistribusi SDM, kuantitas dan kualitas SDM kesehatan, jumlah kecukupan tempat tidur, serta sistem rujukan berjenjang berdasrkan kelas rumah sakit. Dampak kebijakan ini terhadap JKN dapat terlihat dari pola sistem rujukan, pola tarif rumah sakit, pola standar akreditasi rumah sakit, dan implementasi kelas standar.

DJSN bersama Kementerian Kesehatan telah menetapkan konsep kriteria rawat inap berdasar kelas standar sesuai dengan prinsip asuransi sosial dengan mendorong ekuitas yang tertuang dalam beberapa pasal dalam PP No. 47/2021. Dalam pemaparan materinya, beliau menyampaikan bahwa kelas standar merupakan langkah menuju amanah UU SJSN. Dalam proses implementasi kelas standar, terdapat masa transisi yang mana masih terdapat dua kelas standar, yaitu kelas standar A untuk PBI dan kelas standar B untuk non PBI. Namun harapannya ke depan dapat mencapai kondisi idela yang hanya terdapat satu kelas standar.

Kebijakan ini juga memiliki konsekuensi perubahan terhadap tarif JKN, diantaranya adalah perbaikan pola tarif dilakukan tidak berdasar kelas RS maupun kelas rawat inap melainkan dapat dilakukan adjustment factor, biaya medis yang sama untuk PBI dan non PBI, terdapat perbedaan tarif rawat inap antara kelas A dan B pada masa transisi kelas standar, serta nilai tarif yang inflasi serta berkeadilan. Selain itu kebijakan juga berdampak pada pola rujukan di JKN akan menjadi berbasis kompetensi, sarana, dan prasarana, sehingga dibutuhkan pemetaan kemampuan dan kompetensi RS dalam pelayanan. Berdasarkan pemaparan beliau dapat disimpulkan bahwa analisis dampak PP No. 47/2021 berdampak pada pengaturan persentase penyediaan layanan rawat inap kelas standar serta pola tarif dan rujukan di JKN.

Topik Kedua

Dr. dr. Yout Savitri, MARS pada topik selanjutnya membahas mengenai dampak PP No. 47/2021 tentang penyelenggaraan bidang terhadap program JKN. Adanya kebijakan ini membuka peluang seluas-luasnya bagi sektor swasta untuk berinvestasi terhadap bidang kerumahsakitan untuk ikut serta dalam bidang pelayanan kesehatan yang betujuan untuk pemerataan mutu fasilitas pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai FKRTL dalam pelayanan kesehatan harus memenuhi standar pelayanan optimal, sehingga dengan adanya PP No. 47/2021 antar rumah sakit memiliki standar yang sama. Namun secara umum, dalam kebijakan ini rumah sakit terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu RS umum dan RS khusus. Berdasarkan kebijakan ini 60% dari seluruh tempat tidur unit untuk RS milik pemerintah, sedangkan 40% dari seluruh tempat tidur unit untuk RS swasta. Kebijakan ini dilaksanakan secara bertahap paling lambat hingga 1 januari 2023.

Konsep klasifikasi RS pada PP No. 47/2021 terdapat perayaratan yang wajib ada dan persyaratan yang merupakan pilihan. Persyaratan wajib ada harus dupenuhi terlebih dahulu. Berdasarkan tren registrasi RS awal tahun 2018-2021 secara umum terus mengalami peningkatan jumlah, namun jika dilihat jumlah RS per provinsi di Indonesia maka masih banyak terkonsentrasi di pulau Jawa, terlebih lagi jika dilihat dari jumlah tempat tidur maka RS dengan akreditasi perdana sangat dominan, serta jika dilihat dari jumlah tempat tidur kelas III memiliki jumlah yang banyak dan kurang varietas pada tingkat kabupaten/kota. PP No. 47/2021 juga memiliki turunan peraturan lainnya yang akan digunakan sebagai tinjauan kelas. Berdasarkan pemaparan beliau dapat disimpulkan bahwa adanya PP No. 47/2021 akan membuka peluang investasi pendirian rumah sakit baru, diperlukan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah untuk memenuhi akses kebutuhan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, berdampak pada RS yang harus berinvestasi SDM dan infrastruktur untuk berkompetisi dengan RS lain.

Topik Ketiga

Topik ketiga disampaikan oleh dr. Elsa Novelia, MKM dengan tema implikasi PP No. 47/2021 terhadap layanan peserta JKN-KIS. Beliau menyampaikan bahwa BPJS Kesehatan memiliki komponen yang sangat penting, yaitu mitra BPJS Kesehatan. Dalam rangka penyediaan fasilitas kerja sama, BPJS Kesehatan mengutamakan provider journey yang meliputi network analysis, contract, network management, influencing provider behavior, dan output. Sedangkan pada tahun sebelumnya dalam tahap perencanaan kebutuhan FKRTL, BPJS Kesehatan mengacu pada Permenkes No. 71/2013 dan perubahannya yang tahapnya diawali dengan penyusunan pemetaan FKRTL, penyusunan profiling FKRTL, perhitungan analisis kebutuhan FKRTL, yang akan berakhir pada kerja sama FKRTL. Dalam kredensialing fasilitas kesehatan kerja sama, diawali dengan pengajuan self assessment oleh FKTP/FKRTL yang bersangkutan, kemudian kredensialing akan dilakukan secara langsung melalui daring dan input penilaan secara langsung, lalu akan berlanjut dengan perjanjian kerja sama.

Dalam PP No. 47/2021 ini muncul pembaharuan persyaratan kerja sama dan lingkup perjanjian dengan BPJS Kesehatan. Kebijakan ini menjadi dasar kredensialing RS yang kerja sama dengan BPJS Kesehatan untuk tahun 2022 dan seterusnya. Pembaharuan dalam kebijakan ini diantaranya adalah pada aspek standar tempat tidur perawatan dan standar SDM dokter spesialis sesuai kekhususan di RS khusus. Tantangan terbesar dalam kebijakan ini terhadap kerja sama fasilitas kesehatan adalah adanya diskresi perizinan pada masa Covid-19, tinjauan ulang kelas RS, kepastian peserta dalam memperoleh layanan sesuai jam praktek dokter, KRI JKN, dan perubahan regulasi yang mengatur ulang standar RS.

Topik Keempat

dr. Tonang Dwi Ardyanto, Sp.PK., PhD., FISQua pada topik terakhir menyampaikan pemaparan mengenai analisis penerapan PP No. 47/2021 dan pelaksanaan JKN di RS. Perjalanan pengaturan klasifikasi dan perizinan RS diawali dari tahun 2009  dan terus berjalan hingga tahun 2021 saat ini yang memudahkan perizinan berusaha dan peningkatan akses pelayanan RS. Dalam kebijakan ini terdapat perubahan pada aspek fasilitas kesehatan dan sarana penunjang yang meliputi syarat bangunan dan prasarana, peralatan, dan ketersediaan tempat tidur. Terkait dengan penerapan kelas standar maka diperlukan penyesuaian bangunan rawat inap agar dapat memenuhi persyaratan kerja sama. Adanya kebijakan ini mendorong adanya kompetensi RS yang berpotensi sangat variatif, sehingga tidak mudah untuk menyusun pemetaan dan sistem rujukan, termasuk rujukan berbasis kompetensi. Sebab, akan terdapat RS dengan banyak tempat tidur dan layanan spesialistik dan akan ada juga RS yang memiliki banyak tempat tidur namun layanannya minimal.

Implikasi adanya PP No. 47/2021 terhadap JKN di FKRTL ini akan membuat rujukan berjenjang berbasis kompetensi. Adanya penerapan kelas standar dalam kebijakan ini sejalan dengan Pasal 23 ayat (4) UU SJSN N0. 40/2004, tetapi memerlukan wakt dan bertahap dengan jangka waktu. Adanya kebijakan baru ini masih diperlukan akselerasi dan diperlukan peta jalan yang jelas mengenai single tarif dan penerapan kelas standar. Dalam perubahan menuju kelas standar diperlukan sumber daya yang besar dan budget impact yang besar juga, sehingga beliau menyampaikan bahwa sebaiknya diupayakan untuk minimalisasi defisit JKN sebelum memulai implementasi kebijakan baru.

 

Diskusi dan Tanya Jawab

Usai pemaparan materi, webinar dilanjutkan dengan sesi diskusi yang dimoderatori oleh Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., M.Kes, MBA. Pertanyaan pertama disampaikan oleh Indria Nahriasari mengenai besaran biaya Rp137 juta per tempat tidur hanya digunakan  untuk tempat tidur dan bangunan saja ataukah sudah termasuk sarana penunjang. Pertanyaan tersebut dijawab oleh Dr. dr. Yout Savitri, MARS bahwa besaran biaya Rp137 juta tersebut hanyalah untuk satu bangunan dengan tempat tidur, belum termasuk alat kesehatan lainnya, hanya tempat tidur, nakas, dan bangunan saja aja. Diskusi pada webinar ini berlangsung secara interaktif.

 

Penutupan

Webinar ditutup oleh Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt., M.Kes, MBA dan ucapan terima kasih kepada seluruh pemateri dan partisipasi aktif peserta yang dapat memberikan masukan terkait proses perbaikan menuju pembaharuan ke depan serta penyempurnaan program JKN.

 

Materi webinar dapat dilihat pada link berikut:

https://bit.ly/3vDs5AE

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.