RILIS BERITA

Ada beberapa jenis review, seperti literatur review, scoping review, namun yang akan dibahas pada sesi paralel training  ini adalah terkait Sistematik Review. Sistematik Review harus memiliki komponen seperti, tujuan untuk menjawab penelitian yang spesifik (PICO), review dengan metode explicit, reproducible dan systematic. Hal ini yang membedakan dengan review yang lain. Analisis pada Sistematik Review bisa bersifat kualitatif dan kuantitatif, analissi kuantitatif pada Sistematik Review sering disebut Meta Analisis. Meta Analisis merupakan bagian dari Sistematik Review dan dalam Sistematik Review tidak selalu ada Meta Analisis. Meta Analisis adalah review yang mengkombinasikan dan menggabungkan hasil dari beberapa studi (minimal 2 studi) yang menghasilkan estimasi common effect, misalnya effectiveness obat. Meta Analisis ini optional dalam Sistematik Review. Meta Analisis bisa beririsan dengan Sistematik Review atau bisa menjadi bagian yang terpisah dari Sistematik Review. Sehingga, Meta Analisis bisa menjadi metode statistik yang bisa digunakan untuk studi yang lain, tidak hanya Sistematik Review.

Cost effectiveness analysis adalah metode untuk membandingkan bagaimana suatu intervensi  (biaya dan kemanjurannya itu kira-kira sepadan atau tidak). Sehingga, CEA memerlukan komponen cost and effectiveness untuk melihat kemanjuran pada suatu studi. Tujuan Meta Analisis dalam kajian CEA adalah untuk mengevaluasi effectiveness, sehingga input parameter yang dimasukkan adalah effectivenessnya atau kemanjuranya. Umumnya, implementasi effectiveness adalah berbentuk OR atau RR. Menggunakan metode Meta Analisis yang menggabungkan hasil dari banyak studi, maka besar sampelnya juga bisa lebih besar, sehingga estimasi effectivenessnya lebih presisi. Studi Sistematik Review dengan Meta Analisis juga bisa dijadikan sebagai opsi studi yang tidak bisa dilakukan pengambilan data primer karena kendala tertentu, sehingga ini menjadi metode yang baik untuk study cost effectiveness analysis.

Ketika ingin melakukan Sistematik Review sangat disarankan untuk menuliskan protokol atau proposal, membuat perencanaan, mengetahui bagaimana melakukannya, dan mengetahui bagaimana mempublikasikannya. Seringnya, publikasi ini memalui registri internasional yang bernama PROSPERO. Langkah melakukan Sistematik Review, pertama defining review question dengan menentukan PICO, tahapan ini sangat  penting karena langkah ini yang akan menentukan banyak aspek untuk metode kedepan, khususnya untuk menentukan eligible kriteria, menentukan strategi pencariannya, pengumpulan datanya dan strategi analisisnya. Kedua, planning eligibility criteria, tahap ini merupakan lanjutan setelah penentuan PICO, yaitu merencanakan kriteria studi lebih lanjut, seperti penentuan desain studi yang akan diambil, bahasa, tahun dan batasan format teks artikel. Ketiga, searching for studies, pada tahap ini perlu dipikirkan mana aspek yang banyak muncul dari PICO. Umumnya, yang paling banyak muncul adalah Population, Intervention dan Study design. Selanjutnya memperhatikan text word, related terms, sinonim, antonim, dan kata jamak pada artikel. Pencarian yang ingin menemukan kata yang ada unsur bentuk kata jamaknya perlu menggunakan asterik atau truncation. Perlu juga memperhatikan penggunaan control vocabulary. Keempat, seleksi studi yang dilakukan minimal oleh 2 orang. Kelima, collecting outcome data, fokus ekstrak data pada outcome yang ingin di ekstrak, misalnya bentuk OR atau RR. Keenam, menilai risiko bias dengan memasukkan studi yang memiliki kualitas baik. Ketujuh, analisis data berdasarkan studi yang memiliki keseragaman desain penelitian dan outcome. Setelah melaksanakan langkah-langkah tersebut, maka Meta Analisis dan Sistematik Review bisa dikatakan layak. Hasil  analisis tersebut bisa diadaptasi dalam CEA..

Paralel Training Session Sharing Experiences Agen Penilaian Teknologi Kesehatan (PTK) dalam Annual Scientific Meeting yang diselenggarakan hari Sabtu, 17 April 2021 ini dimoderatori oleh Vini Aristianti, SKM, MPH, AAK dengan enam narasumber yang merupakan PIC dan agen PTK yang berasal dari PPJK Kementerian Kesehatan, Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, Universitas Padjajaran dan Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Dalam sesi sharing experiences masing-masing agen PTK menyampaikan terkait studi PTK yang telah dilakukan selama ini, baik yang sudah selesai maupun yang on going serta tantangan apa saja yang dihadapi selama melaksanakan studi PTK. Pelatihan yang dihadiri 20 peserta ini diawali dengan perkenalan hangat para narasumber oleh moderator.

Narasumber pertama adalah Ranti Dewi, SKM, MPH yang merupakan PIC dari PPJK Kemenkes. Ibu Ranti menjelaskan mengenai sejarah regulasi dalam pelaksanaan hukum PTK yang dimulai dengan adanya Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang kendali mutu dan kendali biaya serta adanya keputusan menteri kesehatan yang telah mengalami 4 kali revisi ulang dan revisi terakhir adalah Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/MENKES/6192/2020. Kemudian Ibu Ranti juga menjelaskan apa saja terkait tugas dari tenaga teknis yang ada di KPTK serta memaparkan terkait sembilan studi PTK yang telah dilaksanakan oleh tenaga teknis PTK sejak tahun 2015. Narasumber kedua dan ketiga berasal dari Universitas Gadjah Mada yaitu Dra. Tri Murti Andayani, Sp.FRS, PhD, Apt. yang merupakan agen PTK dari Pusat Kajian Farmakoekonomi dan HTA Fakultas Farmasi dan Putri Listiani, MPH, AAK yang merupakan agen PTK dari Pusat KPMAK. Dalam pemaparannya, kedua narasumber ini menceritakan proses suka duka selama pelaksanaan studi PTK dimana tak jarang pergantian protokol berkali-kali harus mereka lakukan karena alasan tertentu seperti ethical clearance dan izin rumah sakit. Selain studi PTK, Ibu Tri juga menyampaikan terkait kegiatan yang telah dilaksanakan pusat kajian seperti  pendidikan, penelitian serta publikasi.

Adanya pandemi Covid-19, mengakibatkan banyak pelaksanaan studi seperti hospital based research menjadi terhambat. Hal ini juga dirasakan oleh agen PTK yang berasal dari CHES UMP, Didik Setiawan, M.Sc, PhD, dimana studi PTK yang mengambil data pada enam rumah sakit di berbagai wilayah Indonesia ini mengalami kesulitan dalam akses data sehingga perlu dilakukan banyak perubahan agar studi yang dilaksanakan sejak 2019 ini tetap bisa berjalan. Sementara itu, agen PTK dari CHTA Universitas Padjajaran Dr. Adiatma Yudistira Manogar Siregar, S.E., ME. conSt., menyampaikan kesimpulan hasil studi PTK yang saat ini sudah memasuki tahap audensi kepada Menteri Kesehatan. Narasumber terakhir, Septiara Putri, BSc, MPH, PhD yang merupakan agen PTK dari Universitas Indonesia menyampaikan bahwa proses mengkomunikasikan hasil studi PTK itu juga menjadi tantangan sendiri bagi para agen PTK dimana agen PTK dituntut untuk mempunyai pengetahuan agar statistical evidence yang sudah ada bisa diterjemahkan ke kebijakan yang bisa diterima oleh pembuat kebijakan.

Materi dapat dilihat lebih lanjut melalui http://bit.ly/MATERIASM2021

Parallel training sesi HTA Rumah Sakit : Alat Kesehatan dibuka oleh sambutan dr. Kuntjoro Adi Purjanto, M.Kes (Ketua Umum Pusat PERSI) yang menekankan bahwa setiap HTA yang dilakukan secara nasional diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh pemerintah. Dengan adanya event ini, akan merepetisi bahwa HTA merupakan hal yang penting khususnya di era sekarang ini, menuntut kita harus berpikir logis dan HTA-minded untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, ekonomi dan sebagainya. HTA membutuhkan multidisiplin. Tidak mudah memulai HTA karena komitmen terhadap nilai-nilai dasar tentang penilaian teknologi kesehatan ini belum menjadi komitmen orang banyak di tingkat nasional.

Narasumber pertama yaitu dr. Santoso Soeroso, SpA(K) yang merupakan Ketua Kompartemen HTA PERSI menyampaikan pertimbangan-pertimbangan dari kompartemen HTA PERSI yang telah diberikan kepada komisi IX DPR RI. Banyak sekali yang diusung oleh PERSI yang mewakili berbagai kebutuhan yang dirasakan dari mulai dari bagaimana pagu harga, perlunya lembaga, kemudian bagaimana sumber daya manusia yang terstandar, bagaimana distribusinya, dan di area mana rumah sakit berperan termasuk melakukan HTA di rumah sakit. Narasumber kedua merupakan staf yaitu Kompartemen HTA PERSI Dr. Ir. Ahyaudin Sodri, MSc, VDI menyampaikan mengenai Hospital based-HTA for medical devices. HTA rumah sakit menjadi bridging antara nasional dan regional. Ketika nasional lebih fokus pada hal-hal yang lebih mendesak dan sifatnya mempengaruhi kepentingan nasional, sedangkan rumah sakit dapat melakukan HTA sesuai/fokus pada kepentingan rumah sakit. Ada beberapa level yang dapat dilakukan dalam penerapan HTA di rumah sakit yaitu Independent group, Integrated-essential HB-HTA unit, Stand alone HB-HTA unit, hingga Integrated-specialised HB-HTA unit.

HTA merupakan skill yang tidak hanya diperoleh dari membaca tetapi dari jam terbang pengalaman. KPTI dari Kemenkes membutuhkan waktu untuk berlatih sebelum sekarang telah formal. Penutup dari dr. Santoso HTA suatu yang sudah lama yang dilakukan di Kemenkes, untuk itu rumah sakit harus memulai. Hal penting adalah leadership untuk menumbuhkan kemauan melakukan assessment. Di akreditasi KARS dan undang-undang rumah sakit terdapat HTA yang dapat digunakan sebagai dasar pengungkit untuk memulai HTA di rumah sakit. Dr. Ahya menutup sesi bahwa adanya HTA memberikan kesempatan kepada kita untuk meningkatkan pelayan kesehatan dan menjamin keamanan pasien. Berharap kompartemen HTA PERSI dapat mendampingi rumah sakit, berlatih bersama dan berkolaborasi.