,

Annual Scientific Meeting (ASM) 2021 Pengambilan Kebijakan Berbasis Bukti Melalui Studi Penilaian Teknologi Kesehatan: Proses dari Hilir ke Hulu

Annual Scientific Meeting (ASM) dengan tema “Pengambilan Kebijakan Berbasis Bukti Melalui Studi Penilaian Teknologi Kesehatan: Proses dari Hilir ke Hulu” yang termasuk rangkaian acara Dies Natalis ke-75 Universitas Gadjah Mada dan Lustrum ke-15 FK-KMK UGM telah sukses dilaksanakan pada Sabtu, 17 April 2021 secara daring menggunakan Zoom Meeting. ASM dibuka oleh Dr. Diah Ayu Puspandari, M.Kes, MBA, Apt selaku ketua Pusat KP-MAK dan Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Ph.D, SpOG(K) selaku Dekan FK-KMK UGM. Acara ini terselenggara dengan Kerjasama pusat KP-MAK FK-KMK UGM, BPJS Kesehatan, dan Mandiri In-health. ASM dihadiri oleh peserta dari berbagai latar belakang seperti: tenaga kesehatan, perwakilan rumah sakit (pemerintah, swasta, pendidikan), akademisi, mahasiswa, dll. Terdapat dua bagian besar dalam ASM kali ini yaitu sesi panel dan sesi paralel yang terdiri dari 5 topik. ASM diharapkan dapat memecahkan permasalahan klinis yang terjadi di lapangan dan dapat mendukung perencanaan, perumusan, perancangan, dan kajian kebijakan di masa datang yang beriringan dengan perkembangan teknologi.

Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D sebagai keynote speaker pertama menyampaikan urgensi PTK dalam era JKN karena kebutuhan kesehatan yang tidak terbatas dan inovasi teknologi terus berkembang namun sumber daya terbatas dan anggaran kesehatan rendah. Penggunaan PTK berbasis bukti ilmiah dapat digunakan untuk menyusun paket manfaat JKN yang aman, efisien, efektif, dan bermutu. Kepala PPJK Kementerian Kesehatan RI, dr. Kalsum Komaryani, MPPM sebagai keynote speaker kedua menekankan implementasi dan pengembangan kebijakan PTK di Indonesia. Komite PTK (KPTK) dibentuk menteri kesehatan pada tahun 2014 dengan anggaran yang dilekatkan pada P2JK. Anggota KPTK terdiri dari akademisi, praktisi, ahli evaluasi klinis, dan ahli evaluasi ekonomi. Panduan PTK dibuat dalam bentuk buku untuk membantu pemangku kepentingan dalam menilai dan melakukan evaluasi ekonomi dalam bidang kesehatan. Tahap pertama PTK berupa pre-assessment yang dilakukan untuk seleksi dan menentukan prioritas topik studi PTK. Dilanjutkan assessment yaitu analisis studi PTK lalu selanjutnya adalah appraisal atau prioritasisasi antara dua teknologi kesehatan yang dibandingkan untuk dituangkan dalam nota rekomendasi kebijakan KPTK. Diseminasi hasil appraisal ke semua pemangku kepentingan memiliki batas waktu dan masa sanggah.. Terakhir final appraisal diberikan ke menteri kesehatan sebagai pemegang keputusan. Studi pertama PTK untuk JKN pada tahun 2015 dilakukan oleh KPTK dibantu tim teknis PPJK. Hingga sekarang contoh implementasi PTK dalam kebijakan JKN seperti penggunaan obat sildenafil untuk hipertensi pulmonal, delisting obat adjuvant kemoterapi, dan uji coba CAPD. PTK di Indonesia memiliki beberapa tantangan seperti kebutuhan studi banyak namun anggaran terbatas, PTK yang belum independent di luar kementerian kesehatan, dan networking yang perlu diperluas.

Sesi panel memberikan sudut pandang PTK dari berbagai perspektif. Prof. Budi Wiweko sebagai ketua KPTK menyampaikan PTK sangat efektif untuk evaluasi efektivitas klinis dan efektivitas ekonomi. Bila dibandingkan dengan negara lain, studi PTK di Indonesia masih sangat sedikit. Sejak tahun 2014 KPTK menghasilkan 15 studi dan 9 rekomendasi. Agar jumlah dan kualitas studi PTK makin meningkat diharapkan optimalisasi penggunaan bukti, meningkatkan jumlah dan kapasitas agen studi PTK, meningkatkan pendanaan, transfer hasil studi PTK dari luar negeri dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia, diseminasi informasi (termasuk publikasi), kepatuhan stakeholder dalam menjalankan hasil studi/rekomendasi, kolaborasi dengan TKMKB dalam audit klinik. Dokter Sigit Riyarto, M.Kes., AAK merupakan praktisi dari rumah sakit menyampaikan implementasi PTK di RS sangat jauh dari konsep ideal sehingga pemilihan teknologi tidak berdasarkan studi namun berdasarkan selera. Jarak atau gap antara para pelaku bisnis dan praktisi dengan ilmuwan perlu dikurangi dengan cara diskusi, sosialisasi, pemahaman bersama. Konsep PTK dapat disosialisasikan dan diseminasikan dengan pelatihan yang sederhana dan membumi. DJSN yang diwakili oleh Bapak Muttaqien, MPH, AAK menyampaikan bahwa PTK diperlukan untuk JKN agar dapat mengatasi masalah keterbatasan sumber daya dalam kebutuhan kesehatan yang tidak terbatas. DJSN sangat mendukung PTK untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia, mendukung KPTK menjadi lembaga yang  independen, pengelolaan maha data, dan mendukung kemungkinan dana JKN dialokasikan untuk PTK.

Untuk materi bisa di dowload pada link berikut ini : http://bit.ly/MATERIASM2021

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.