Seminar Penelitian Empirik Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pasien di D.I. Yogyakarta

Pada kamis, 8 Maret 2018 telah diselenggarakan Seminar Penelitian Empirik terkait “Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pasien” di D.I. Yogyakarta. Seminar ini merupakan rangkaian seminar yang diselenggarakan Komite III DPD RI, dimana seminar lainnya diselenggarakan di NTT dan Sumatera Utara. Di Yogyakarta Komite III DPD RI bekerja sama dengan Pusat KP-MAK FKKMK UGM, seminar dilaksanakan di Ruang Sekip Hotel University Club UGM, Yogyakarta. Seminar dihadiri oleh peserta dari latar belakang yang beragam yaitu: perwakilan Rumah sakit swasta, pemerintah dan RS pendidikan, dinas kesehatan, pemerintah kota DIY, BPJS Kesehatan, mahasiswa kesehatan dan hukum kesehatan, majelis kesehatan organisasi keagamaan seperti Muhammadyah dan NU, Badan Mutu Pelayanan Kesehatan Yogyakarta, IDI, IBI, Formiki, SIGAB, Yakkum dan LKBH UII, media massa, LKY, Ombudsman, dan praktisi/pemerhati perlindungan pasien lainnya.

 

Seminar dibuka oleh anggota DPD RI Bapak Muhammad Afnan Hadikusumo dan Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengembangan FKKMK UGM dr. Yodi Mahendradhata, MSc.,PhD. Seminar diisi oleh empat pembicara antara lain: Ibu Saktya Rini Hastuti dari LKY, dr. Rukmono Siswishanto Direktur medik dan keperawatan RSUP Dr. Sardjito, dr. Aris Jatmiko, MM.,AAK Deputi Direksi BPJS Kesehatan Kedeputian Wilayah Jawa Tengah dan DIY., serta Prof. Achir Yani S. Hamid, MN., DN.Sc Tim Ahli Komite III DPD RI.

 

Anggota DPD RI Bapak Muhammad Afnan Hadikusumo meyampaikan bahwa berdasarkan Undang-undang dasar pasal 28 H ayat 1 menyebutkan setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapalkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Beliau mengatakan Pemberian layanan medis tidak hanya sekedar mengobati atau menyembuhkan penyakit namun juga memberikan yang merupakan hak pasien dan penghormatan pada pasien untuk memberikan apa yang terbaik bagi diri pasien tersebut demi pelayanan kesehatan yang paripurna. Bapak Muhammad Afnan juga menyampaikan bahwa saat ini masih banyak kasus-kasus yang ditemukan pada pasien terutama pada pelayanan pasien, dimana pasien sebagai penerima pelayanan kesehatan seringkali dalam posisi lemah. Beliau menyampaikan beberapa latar belakang sehingga perlu adanya payung hukum bagi perlindungan pasien antara lain karena: 1)Hubungan pasien dengan pelayanan kesehatan belum harmonis terutama pelayanan bagi pasien kelas III, saat ini masih adanya perbedaan perlakukan terhadap pasien kelas III dan VVIP, dimana hal tersebut menyebabkan pasien kelas III khususnya secara psikologis belum mendapatkan pelayanan kesehatan yang prima; 2) Masih banyaknya kasus malapraktik, data menunjukkan sejak tahun 2006 hingga tahun 2012 ada 182 kasus kelalaian medis dan malpraktik yang terbukti dilakukan doker di seluruh Indonesia, jumlah ini belum lagi malapraktik yang dilakukan tenaga kesehatan lainnya seperti keperawatan, farmasi dll; 3) Kasus yang merugikan pasien selain malpraktik yaitu masih sering terjadi masalah komunikasi baik antara tenaga kesehatan dengan tenaga kesehatan, juga tenaga kesehatan dengan pasien, termasuk pada keterbatasan sumber daya dan ketidakjelasan lingkup praktik dan hubungan antar tenaga kesehatan yang tidak berimbang. Beliau menyampaikan: sehingga perlu upaya perlindungan pasien berupa landasan hukum tentang perlindungan hak dan kewajiban pasien tanpa mengabaikan hak dan kewajiban tenaga kesehatan.

 

Wakil Dekan Bidang Penelitian dan Pengembangan FKKMK UGM bapak Yodi Mahendradhata mengatakan bahwa UGM sangat mendukung, menyambut baik dan UGM telah lama mendengungkan dan menginisiasi perlindungan pasien ini. Beliau mengatakan di Yogyakarta isu mengenai keselamatan pasien memang telah lama didengungkan, sejak 15 tahun yang lalu UGM telah menginisiasi seminar nasional mengenai pasien safety di UGM, dimana ada Prof. Laksono, Prof. Iwan dan Prof. Ade Utarini sebagai penginisiasi. Beliau menyampaikan bahwa patient safety juga merupakan isu prioritas yang didengungkan di UGM, termasuk keselamatan pasien dan juga telah masuk dalam kurikulum S2 di Kesehatan masyarakat, sehingga banyak tesis-tesis S2 di UGM mengenai keselamatan pasien ini. Beliau menyampaikan sangat bergembira karena isu keselamatan pasien telah mendapatkan tempat di tingkat nasional dan UGM sangat mendukung untuk perancangan naskah akademik dan RUU perlindungan pasien ini.

 

Prof. Achir Yani menyampaikan tujuan dari kegiatan Penelitian Empirik  dalam bentuk FGD (Focused Group Discussion) di Yogyakarta ini antara lain untuk: 1)Melakukan inventarisasi mengenai isu-isu dan permasalahan yang terjadi berkaitan dengan perlindungan pasien di berbagai daerah; 2)Menyerap aspirasi dan pengalaman di tingkat daerah, pemikiran, gagasan, saran dan masukan, dari pemangku kepentingan (stake holder)  dalam pelaksanaan Perlindungan Pasien secara komprehensif; 3)Mengidentifikasi kebutuhan pengaturan untuk mengembangkan dan mengoptimalkan Perlindungan Pasien sebagai salah satu upaya dalam menciptakan kesejaheraan masyarakat.

Beliau juga menjelaskan hak-hak pasien berdasakan Pasal 52 Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktek Kedokteran antara lain: 1)mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis; 2) meminta pendapat dokter atau dokter lain; 3)mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis; 4) menolak tindakan medis; 5)mendapatkan isi rekam medis.

 

Ketua LKY Ibu Saktya Rini Hastuti menyebutkan ada beberapa kasus pelanggaran hak konsumen yang telah terjadi antara lain: 1)Kasus keterlambatan penanganan dan pemberian rujukan Ibu Hamil yang mengalami kesakitan, berakibat kematian Ibu dan bayi dalam kandungan ketika perjalanan dari faskes pertama ke faskes rujukan; 2)Kasus salah diagnosis, pasien kemudian dipindah paksakan keluarga korban ke rumah sakit lain, namun sudah terlambat penanganan, sehingga pasien meninggal (kasus DB); 3)Kasus kesalahan penghitungan biaya pengobatan (operasi kecil, tapi dikenai biaya besar), kemudian biaya dikembalikan oleh pihak rumah sakit; 4)Kasus yang terkait dengan sharing biaya pada operasi kanker serviks melalui JKN peserta kesulitan meminta rincian biaya ke rumah sakit; 5)Kasus salah melakukan tindakan operasi, harusnya kaki kanan yang dioperasi, malah kaki kiri yang kena tindakan medis.

 

Beberapa point yang terangkum dalam sesi diskusi antara lain: Ibu Bheta dari badan mutu pelayanan kesehatan Yogyakarta menyampaikan bahwa penggunaan istilah hak pasien dalam RUU harus dijelaskan bagaimana maksudnya, kemudian sistem rujukan berjenjang saat ini bertentangan dengan hak pasien untuk memilih fasilitas kesehatan, serta saat ini belum terdapat aturan mengenai privasi terkait data kerahasiaan pasien.

Bapak Sunarto dari RS Happy land menyampaikan: 1)harus ada persepsi yang jelas dalam UU , apakah akan menggunakan pasien atau klien atau konsumen, harus dijelaskan. 2)Dalam UU telah jelas bagaimana prosedur pengaduan, namun pasien tidak di edukasi untuk mengetahui proses pengaduan ini. 3) Dirasa perlu adanya aturan yang mengatur jumlah maksimal pasien yang bisa dilayani oleh satu orang dokter, sehingga pasien tidak menumpuk di satu dokter. 4) Klaim BPJS yang ditunda saat ini, dan hal tersebut memberatkan bagi Rumah Sakit, terutama RS Swasta yang tidak memiliki modal yang besar, dan ini dapat berpengaruh pada pelayanan. 4)Obat pasien yang tidak ada di RS /fornas yang tidak diampu oleh BPJS Kesehatan yang butuh dibeli diluar berdasarkan indikasi medis, namun seharusnya pasien bisa klaim obat tersebut ke Rumah Sakit.

 

Materi lengkap dari Seminar Penelitian Empirik RUU Perlindungan Pasien dapat diunduh pada link berikut:

Materi 1

Materi 2

Materi 3

Materi 4

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.