RILIS BERITA

FK-KMK UGM. “Komunikasi kesehatan adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang mempromosikan informasi kesehatan seperti public health campaigns, edukasi kesehatan antara dokter dan pasien. Bertujuan mempengaruhi orang lain untuk meningkatkan kesehatannya,” ungkap CEO of Cornellia&Co, Dr. Ayu Helena Cornellia, B.A., M.Si., saat memberikan paparan dalam siaran Raisa Radio dengan tema “The Power of Social Media for Health Communication” pada Kamis (22/4).

Sosial media dalam komunikasi kesehatan memiliki peran seperti: pengumpulan informasi tentang suatu penyakit, manajemen info kesehatan, info tempat perawatan atau vaksin terdekat, layanan darurat dan lain-lain. “Sepertinya hal saat ini, misalnya untuk mencari informasi tentang vaksin. Kita tidak langsung ke rumah sakit atau dinas kesehatan tetapi yang kita cari sosial media dari rumah sakit atau dinas kesehatan tersebut,” jelas Dr. Ayu.

Di samping itu, sosial media juga memiliki kelebihan yakni mudah dijangkau banyak orang, interaktif, real time, dan simple. “akan tetapi sosial media itu juga bisa menimbulkan efek negatif. Jadi kemungkinan juga akan ada orang yang kurang nyaman, ketika kita bercerita tentang teknologi atau mengupload story jalan-jalan. Oleh karena itu, caption yang digunakan harus yang bermanfaat untuk orang lain,” tutur Dr. Ayu.

“Ternyata pada tahun 2014, sosial media sudah dilakukan untuk praktik e-health di Nigeria dengan Twitter. Itu dilakukan melalui kampanye sosial media untuk memerangi hoax. Dibantu juga dengan upaya melalui Facebook berupa update penyebaran wabah, reporter muda, dan pengaruh influencer” ungkap Dr. Ayu.

Menjelang akhir presentasi, Dr. Ayu Helena Cornellia, B.A., M.Si memberikan tips penggunaan media sosial yang lebih baik yaitu 1). Media sosial berisi tentang edukasi, 2). Create Coversation yang menarik atau membuat kata-kata bijak, 3). Show appreciation misalnya dengan merespon komentar, 4). Direction, 5). Exclusive dengan menjadi diri sendiri, 6). Respon cepat, 7). Update daily, 8). Listen more, dan 9). Setiap weekend perlu memberikan cerita humor dan kreativitas.

“Tolong teman-teman baik dari institusi manapun, social media for health communication dilakukan secara konsisten dan tersistem serta terencana, tidak bisa sporadis. Karena semua butuh direncanakan seperti foto, desain, infografis, dan lain-lain,” pungkasnya. (Arif AR/Reporter)

Annual Scientific Meeting (ASM) dengan tema “Pengambilan Kebijakan Berbasis Bukti Melalui Studi Penilaian Teknologi Kesehatan: Proses dari Hilir ke Hulu” yang termasuk rangkaian acara Dies Natalis ke-75 Universitas Gadjah Mada dan Lustrum ke-15 FK-KMK UGM telah sukses dilaksanakan pada Sabtu, 17 April 2021 secara daring menggunakan Zoom Meeting. ASM dibuka oleh Dr. Diah Ayu Puspandari, M.Kes, MBA, Apt selaku ketua Pusat KP-MAK dan Prof. dr. Ova Emilia, M.Med.Ed., Ph.D, SpOG(K) selaku Dekan FK-KMK UGM. Acara ini terselenggara dengan Kerjasama pusat KP-MAK FK-KMK UGM, BPJS Kesehatan, dan Mandiri In-health. ASM dihadiri oleh peserta dari berbagai latar belakang seperti: tenaga kesehatan, perwakilan rumah sakit (pemerintah, swasta, pendidikan), akademisi, mahasiswa, dll. Terdapat dua bagian besar dalam ASM kali ini yaitu sesi panel dan sesi paralel yang terdiri dari 5 topik. ASM diharapkan dapat memecahkan permasalahan klinis yang terjadi di lapangan dan dapat mendukung perencanaan, perumusan, perancangan, dan kajian kebijakan di masa datang yang beriringan dengan perkembangan teknologi.

Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc., Ph.D sebagai keynote speaker pertama menyampaikan urgensi PTK dalam era JKN karena kebutuhan kesehatan yang tidak terbatas dan inovasi teknologi terus berkembang namun sumber daya terbatas dan anggaran kesehatan rendah. Penggunaan PTK berbasis bukti ilmiah dapat digunakan untuk menyusun paket manfaat JKN yang aman, efisien, efektif, dan bermutu. Kepala PPJK Kementerian Kesehatan RI, dr. Kalsum Komaryani, MPPM sebagai keynote speaker kedua menekankan implementasi dan pengembangan kebijakan PTK di Indonesia. Komite PTK (KPTK) dibentuk menteri kesehatan pada tahun 2014 dengan anggaran yang dilekatkan pada P2JK. Anggota KPTK terdiri dari akademisi, praktisi, ahli evaluasi klinis, dan ahli evaluasi ekonomi. Panduan PTK dibuat dalam bentuk buku untuk membantu pemangku kepentingan dalam menilai dan melakukan evaluasi ekonomi dalam bidang kesehatan. Tahap pertama PTK berupa pre-assessment yang dilakukan untuk seleksi dan menentukan prioritas topik studi PTK. Dilanjutkan assessment yaitu analisis studi PTK lalu selanjutnya adalah appraisal atau prioritasisasi antara dua teknologi kesehatan yang dibandingkan untuk dituangkan dalam nota rekomendasi kebijakan KPTK. Diseminasi hasil appraisal ke semua pemangku kepentingan memiliki batas waktu dan masa sanggah.. Terakhir final appraisal diberikan ke menteri kesehatan sebagai pemegang keputusan. Studi pertama PTK untuk JKN pada tahun 2015 dilakukan oleh KPTK dibantu tim teknis PPJK. Hingga sekarang contoh implementasi PTK dalam kebijakan JKN seperti penggunaan obat sildenafil untuk hipertensi pulmonal, delisting obat adjuvant kemoterapi, dan uji coba CAPD. PTK di Indonesia memiliki beberapa tantangan seperti kebutuhan studi banyak namun anggaran terbatas, PTK yang belum independent di luar kementerian kesehatan, dan networking yang perlu diperluas.

Sesi panel memberikan sudut pandang PTK dari berbagai perspektif. Prof. Budi Wiweko sebagai ketua KPTK menyampaikan PTK sangat efektif untuk evaluasi efektivitas klinis dan efektivitas ekonomi. Bila dibandingkan dengan negara lain, studi PTK di Indonesia masih sangat sedikit. Sejak tahun 2014 KPTK menghasilkan 15 studi dan 9 rekomendasi. Agar jumlah dan kualitas studi PTK makin meningkat diharapkan optimalisasi penggunaan bukti, meningkatkan jumlah dan kapasitas agen studi PTK, meningkatkan pendanaan, transfer hasil studi PTK dari luar negeri dan disesuaikan dengan kondisi Indonesia, diseminasi informasi (termasuk publikasi), kepatuhan stakeholder dalam menjalankan hasil studi/rekomendasi, kolaborasi dengan TKMKB dalam audit klinik. Dokter Sigit Riyarto, M.Kes., AAK merupakan praktisi dari rumah sakit menyampaikan implementasi PTK di RS sangat jauh dari konsep ideal sehingga pemilihan teknologi tidak berdasarkan studi namun berdasarkan selera. Jarak atau gap antara para pelaku bisnis dan praktisi dengan ilmuwan perlu dikurangi dengan cara diskusi, sosialisasi, pemahaman bersama. Konsep PTK dapat disosialisasikan dan diseminasikan dengan pelatihan yang sederhana dan membumi. DJSN yang diwakili oleh Bapak Muttaqien, MPH, AAK menyampaikan bahwa PTK diperlukan untuk JKN agar dapat mengatasi masalah keterbatasan sumber daya dalam kebutuhan kesehatan yang tidak terbatas. DJSN sangat mendukung PTK untuk meningkatkan kesehatan masyarakat Indonesia, mendukung KPTK menjadi lembaga yang  independen, pengelolaan maha data, dan mendukung kemungkinan dana JKN dialokasikan untuk PTK.

Untuk materi bisa di dowload pada link berikut ini : http://bit.ly/MATERIASM2021