Seminar Annual Scientific Meeting (ASM 2015) Menakar Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) :Input Pebaikan Pelaksanaan

Yogyakarta, KPMAK- Pada hari Sabtu, 28 Maret 2015 Pusat KPMAK mengadakan seminar sehari dengan tema “Menakar Implementasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN): Input Perbaikan Pelaksanaan”. Seminar ini merupakan rangkaian Annual Scientific Meeting 2015 yang diadakan dalam rangka Dies Natalis FK UGM ke-69 dan HUT RSUP dr. Sardjito ke-33. Seminar ini terbagi dalam 3 sesi yang dimulai pukul 08.00 di Gedung Diklat lantai 4 RSUP dr. Sardjito.

Seminar dibuka oleh dekan Fakultas Kedokteran UGM Prof. Dr. dr. Teguh Aryandono, Sp. B. K(Onk). Dalam sambutannya beliau mengucapkan selamat datang kepada lebih dari 130  peserta seminar yang antara lain berasal dari dinas kesehatan provinsi dan kabupaten/kota, BPJS Kesehatan, Jamkesda, rumah sakit, farmasi, akademisi, mahasiswa dan pemerhati kesehatan di Indonesia. Beliau juga mengatakan bahwa pelaksanaan JKN setahun terakhir masih banyak masalah. Padahal pasien berharap banyak dari program baru ini.

Sesi pertama dimulai dengan moderator bapak Moertjahjo, SKM, M.Kes. Pokok masalah yang dibahas mengenai “Kebijakan Kartu Indonesia Sehat : Problem dan solusi untuk Jaminan Kesehatan Nasional”. Ada 4 pembicara yang mengisi materi di sesi pertama tersebut.

Pembicara pertama yaitu dr. Donald Pardede MPPM selaku kepala pusat PPJK Kemenkes RI yang bertindak sebagai regulator KIS. Beliau menyoroti berbagai perubahan dan dampak implementasi KIS di daerah. Menurut drg. Donald, penyelenggaraan JKN/KIS sejak 1 Januari 2014 telah memberikan hasil-hasil positif, meskipun masih banyak hal perlu ditingkatkan. Jumlah peserta telah mengalami peningkatan. Pasien yang dulunya tidak berani berobat, karena tidak punya biaya atau kelompok penyandang disabilitas misalnya, sekarang mau berobat. Menuju tahun 2019, juga akan ada lagi  penambahan peserta antara lain dari kelompok tahanan dan bayi baru lahir. Namun sistem yang ada belum siap sehingga terjadi penumpukan pasien. Selain itu disparitas juga masih terjadi di fasilitas kesehatan.

Selain itu, sustainabilitas program perlu terus dikawal melalui implementasi kendali biaya dan mutu. Pengawasan perlu dilakukan bersama-sama, tidak hanya dari BPJS, untuk mencegah fraud. Saat ini, upaya peningkatan dilakukan di semua tingkatan termasuk penguatan peran daerah dalam keterlibatan berbagai hal terkait pelayanan seperti kredensialing, pemerataan peserta di fasilitas kesehatan, monitoring evaluasi, penyelesaian sengketa, penguatan sistem rujukan dan penetapan besaran. Tantangan yang terjadi di Indonesia saat  ini, tipe penyakit bergeser dari penyakit infeksi ke penyakit katastrofis/kronis. Hal tentu ini akan menambah biaya.

Materi kedua disampaikan oleh ibu Andayani Budi Lestari, SE, MM, AAK selaku Kepala BPJS Kesehatan Divisi Regional VI Jawa Tengah dan DIYIbu Ani menyampaikan mengenai berbagai kemajuan dan permasalahan yang dihadapi BPJS Kesehatan dalam implementasi KIS. Menurut beliau, peta jalan kesehatan nasional sudah ditetapkan, sehingga pemerintah tinggal melakukan evaluasi terhadap BPJS berdasarkan peta jalan itu, apakah sudah baik atau belum.

Masalah yang diungkapkan beliau salah satunya capaian peserta BPJS per 31 Desember 2014 yang sudah mencapai 133,4 juta jiwa. Jika dilihat dari jumlahnya, cakupan tersebut mencapai target. Namun dari sisi pelayanan terdapat banyak kendala. Peserta menganggap, setelah menjadi peserta BPJS kesehatan pelayanan tidak seperti yang di ekpektasikan. Kemungkinan juga peserta tidak memahami kewajiban sebagai peserta sehingga muncul banyak kendala.

Hal lain yang banyak dikeluhkan yaitu pembayaran klaim dari rumah sakit yang dirasa lama. Namun mulai 2015, BPJS mengusahakan pembayaran klaim ke RS dilakukan 15 hari setelah pengajuan. Ada pula yang menyatakan bahwa fasilitas kesehatan dibayar di bawah standar. Padahal ketika dikonfirmasi, ada banyak puskesmas/RS yang surplus.

Seminar ini juga menghadirkan pembicara dari Kepala Dinas Kesehatan Kota Balikpapan, dr. Balerina JPP, MM, untuk mengetahui langsung masalah apa saja yang terjadi di daerah yang menjadi uji coba KIS. Menurut beliau, pihak Dinkes mengalami kebingungan ketika mendapatkan program daerah dalam KIS. Selama ini mereka mempunyai kriteria sendiri untuk warga miskin dan memiliki Jamkesprov sebagai program jaminan kesehatan dari provinsi Kalimantan Timur. Jamkesprov tersebut rencananya akan berintegrasi dengan BPJS Kesehatan di tahun 2016 atau 2017.

Penerimaan KIS dilakukan melalui kantor pos. Warga penerima KIS adalah peserta jamkesmas. Namun tidak semua peserta jamkesmas mendapatkan kartu KIS, sehingga ada keluarga miskin yang tidak masuk peserta KIS.

Pembicara terakhir di sesi pertama tersebut adalah Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc, Ph. D dari Pusat KPMAK FK UGM. Beliau memaparkan evaluasi pelaksanaan KIS. Menurut beliau memang masih terdapat kebingungan dalam pelaksanaan KIS. Ada yang menganggap penerima KIS adalah penerima PBI dalam BPJS, namun ada juga yang tidak setuju. Peraturan yang ada juga masih belum jelas.

Memang program ini masih butuh banyak perbaikan, tidak mungkin bisa baik dalam sekejap. Karena program KIS seperti minatur pemerintahan yang melibatkan banyak sektor. Salah satu masalah yang disoroti adalah infrastruktur kesehatan, termasuk kualitas SDM. Dana yang dipakai juga masih kurang. Prof. Ghufron berharap pusat pembiayaan kesehatan, harus mampu melakukan utilisation review terhadap dana program.

Selanjutnya seminar dilanjutkan dengan sesi kedua dengan tema “Peran Daerah Dalam Implementasi KIS : Dimana Peran Jamkesda?”. Moderator pada sesi kedua ini adalah bapak Drs. Sugeng Irianto, M.Kes. Terdapat dua pembicara dalam sesi kedua.

Materi pertama disampaikan oleh bapak Drs. Elvy Effendy M.Si, Apt selaku Kepala Jamkesos DIY. Menurut beliau, tantangan yang dihadapi daerah diantaranya mengenai integrasi data peserta. Banyak pula peserta KIS yang ingin naik kelas di BPJS. Beliau memimpikan adanya JKN plus, yaitu program JKN dengan tambahan pelayanan yang kompeten.

Pembicara kedua yaitu ibu Dr. drg Yulita Hendrartini M.Kes AAK dari Pusat KPMAK FK UGM. Beliau mengungkapkan bahwa data peserta KIS hanya by name by address, sehingga banyak yang belum sinkron. Selain itu banyak peserta BPJS yang belum dapat kartu KIS.

Seharusnya untuk tujuan universal coverage semua pihak bisa saling membantu. Daerah seharusnya juga memiliki kemampuan untuk memonitor dan mengontrol program. Kapasitas manusia di BPJS akan kesulitan menangani lonjakan peserta. Hal ini menjadi potensi agar jamkesda tetap ada. Setidaknya antara jamkesda dan BPJS bisa saling melengkapi.

Sesi terakhir membicarakan koordinasi antara BPJS dengan perusahaan BUMN. Sesi ini dimoderatori oleh dr. Tandean Arif dari Asosiasi Pengusaha Indonesia DIY. Pembicara tunggal yaitu ibu drSri Harsi Teteki, M.Kes dari Telkomedika.

Ibu Teteki mengungkapkan bahwa keuntungan kesehatan untuk perusahaan yang memiliki fasilitas kesehatan bisa di koordinasikan tapi tidak boleh dikurangi. Idealnya BPJS berlaku sebagai pelaku tunggal untuk jaminan kesehatan. Namun BPJS belum bisa mencakup perusahaan seperti Telkom. Maka perusahaan memberlakukan sistem CSR untuk tambahan biaya yang dibutuhkan. Selain itu data kepesertaan BPJS juga masih bermasalah.

Seminar ditutup sekitar pukul 17.00 WIB. Kesimpulan akhir yang dapat ditangkap adalah penyelenggaraan BPJS apalagi ditambah program KIS masih terdapat banyak masalah. Namun semua pelaku kepentingan di bidang kesehatan terus mengupayakan perbaikan. Hal ini tentunya membutuhkan dukungan dari semua pihak.

 

0 replies

Leave a Reply

Want to join the discussion?
Feel free to contribute!

Leave a Reply

Your email address will not be published.