Pada tanggal 16 September 2025, seminar nasional bertema “Merawat Jaminan Sosial Kesehatan (JKS) Menguatkan Kelembagaan Penyelenggara: Membangun Sistem Jaminan Sosial Kesehatan yang Adil dan Berkelanjutan” diselenggarakan di Hotel Borobudur Jakarta oleh Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (Pusat KPMAK), FKKMK, UGM. Seminar ini melibatkan berbagai pihak, termasuk akademisi, praktisi, dan pejabat pemerintah, guna mengeksplorasi pentingnya keadilan dan keberlanjutan dalam jaminan sosial, khususnya di sektor kesehatan. Forum ini terdiri dari tiga sesi utama: kembali ke mandat konstitusi, keberlanjutan finansial dengan peran aktuaria, dan penguatan tata kelola strategis dalam pembelian layanan kesehatan. Tujuan dari forum ini adalah merumuskan rekomendasi untuk memperkuat sistem jaminan sosial di Indonesia, dengan hasil diskusi yang diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi kebijakan dan praktik jaminan sosial yang lebih efektif dan inklusif.
Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Nunung Nuryartono, menyampaikan bahwa salah satu isu utama yang harus menjadi perhatian dalam seminar tersebut adalah ketahanan dana jaminan sosial. Ia juga menegaskan bahwa Program JKN harus tetap menjadi instrumen utama dalam perlindungan sosial, guna memperkuat kesejahteraan masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
“Harapannya seminar ini menghasilkan rekomendasi kebijakan yang dapat memperkuat sistem jaminan kesehatan yang bermutu dan berkelanjutan,” ujarnya yang hadir mewakili Menko Pemberdayaan Masyarakat.
Salah satu akademisi dari Departemen Aktuaria Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof. Dr. Gunardi menuturkan bahwa proyeksi kondisi finansial BPJS Kesehatan menunjukkan pentingnya dilakukan langkah segera untuk menyeimbangkan antara pendapatan dan pengeluaran untuk menjaga keberlanjutan Program JKN.
“Kita harus memperhatikan bagaimana situasi ini, di mana pengeluaran klaim sudah mulai lebih besar daripada pendapatan, yang mengarah pada risiko defisit. Karena itu, perencanaan finansial untuk tahun-tahun mendatang harus jadi fokus pemerintah dari sekarang agar program ini tetap berjalan dengan baik dan dapat terus memberikan manfaat yang adil bagi masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, selain dari kontribusi peserta, pemerintah maupun BPJS Kesehatan juga perlu mencari sumber pendanaan lain, seperti endowment fund, crowdfunding, supply chain financing, dan alternatif lainnya, guna mendukung keberlanjutan dana jaminan sosial. Pembentukan dana abadi untuk jaminan kesehatan, juga dinilainya sebagai salah satu alternatif yang layak dipertimbangkan.
Hal serupa ditegaskan oleh akademisi dari Departemen Aktuaria Universitas Gadjah Mada (UGM), Danang Teguh Qoyyimi. Ia menyoroti pentingnya analisis aktuaria untuk menjaga keberlanjutan program jaminan sosial. Logika dan cara valuasi serta metodologi aktuaria pada jaminan sosial berbeda dengan yg di komersial, sehingga tidak bisa dianalisis seperti di industri asuransi komersial. Ada komponen demografi, ekonomi, tren penyakit. Ia juga mengingatkan bahwa keberlanjutan program seharusnya dipertimbangkan sejak tahap desain, bukan setelah program berjalan.
“Kalau sustainability baru dipikirkan setelah program jalan, itu sudah terlambat. Kita harus memastikan bahwa risiko dikelola dengan baik sejak awal. Penggunaan pendekatan analisis risiko jangka panjang bisa dilakukan untuk melihat potensi ekstrim yang dapat mempengaruhi klaim, sehingga program jaminan sosial dapat tetap bertahan dalam jangka panjang,” katanya.
Sementara, dosen sekaligus praktisi rumah sakit, Dr. drg. Yulita Hendrartini menjelaskan pentingnya pengelolaan yang efisien antara kualitas layanan dan biaya yang dikeluarkan. Menurutnya, tantangan dalam strategic purchasing ialah bagaimana menyeimbangkan antara harga dan kualitas, serta mengalokasikan sumber daya secara adil, termasuk untuk daerah-daerah terpencil.
Pada kesempatan yang sama, pemerhati jaminan sosial, Hasbullah Thabrany turut menambahkan bahwa untuk menjaga keberlanjutan Program JKN, penyesuaian iuran JKN perlu dilakukan secara proporsional.
“Tarif JKN harus terus disesuaikan dengan kondisi ekonomi masyarakat. Yang berpenghasilan lebih tinggi harus membayar lebih besar, sementara yang lebih rendah mendapatkan subsidi lebih banyak, sehingga prinsip keadilan tetap terjaga,” ujarnya.
Dalam paparannya, Ketua Yayasan Jimly School of Law Government Foundation sekaligus akademisi tata negara, Prof. Jimly Asshiddiqie menekankan bahwa perlunya penguatan kelembagaan dalam pengelolaan jaminan sosial. Regulasi yang ada saat ini sudah sesuai, namun manajemen implementasinya belum berjalan dengan baik.
Menurutnya, semua kebijakan yang dituangkan dalam bentuk undang-undang harus selaras dengan ideologi Pancasila dan mencerminkan keadilan sosial.
Sementara, Dosen Fakultas Hukum UNISKA, Dr. Ahmad Anshori, menekankan pentingnya jaminan sosial sebagai hak dasar setiap warga negara. Ia menegaskan, tidak ada keadilan sosial tanpa jaminan sosial, dan tidak ada jaminan sosial yang dapat berjalan dengan baik tanpa negara yang taat pada konstitusi.
Dalam seminar ini, para akademisi dan praktisi juga memberikan rekomendasi untuk memperbaiki dan mengembangkan sistem jaminan sosial kesehatan di Indonesia. Langkah-langkah mitigasi terhadap liberalisasi sektor kesehatan dan peningkatan audit INA-CBG turut disoroti untuk menjaga akses dan kualitas layanan kesehatan.
Tak hanya itu, diversifikasi pembiayaan, termasuk melalui pajak, cukai, dan dana abadi, diusulkan untuk mengurangi ketergantungan pada iuran. Sementara, penyesuaian iuran berbasis keadilan dan revisi kebijakan tarif, seperti iDRG, diharapkan dapat diujicobakan dengan melibatkan akademisi, sehingga menjadi evidence based dalam meningkatkan akses, kualitas layanan dan efisiensi biaya.
#JKS #JKN #SDGs