Yogyakarta, 30 April 2025 – Wacana penerapan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus mengemuka dan memantik diskusi publik. Dalam webinar nasional bertema “Satu Kelas untuk Semua? Menimbang Kesiapan Infrastruktur, Regulasi, dan Pembiayaan KRIS JKN” yang diselenggarakan oleh Pusat Kebijakan Pembiayaan dan Manajemen Asuransi Kesehatan (KPMAK), FKKMK UGM, para pemangku kebijakan dan akademisi sepakat bahwa implementasi KRIS JKN perlu dikawal dengan matang.
Acara ini menghadirkan Dr. Ahmad Irsan A. Moeis, Kasubdit Standar dan Mutu Pelayanan Kesehatan Kemenkes RI, serta Benjamin Saut Parulian Simanjuntak, SKM, MM, AAK, Deputi Direksi Bidang Aktuaria BPJS Kesehatan. Keduanya menyoroti berbagai aspek penting, mulai dari tantangan pembiayaan, regulasi, hingga kesiapan infrastruktur rumah sakit yang akan menjadi ujung tombak pelaksanaan KRIS.
Salah satu poin penting yang disampaikan Benjamin adalah kondisi pembiayaan JKN saat ini yang menghadapi tekanan serius. “Pengeluaran layanan kesehatan per kapita tumbuh lebih cepat dari PDB per kapita. Ini alarm untuk memperkuat pengendalian biaya,” ujarnya. Ia juga menyinggung potensi pembiayaan tambahan sebesar Rp26 triliun dari peserta JKN nonaktif yang menunggak iuran. Bila dikelola optimal, potensi ini bisa memperkuat dana jaminan sosial ke depan.
Webinar juga membahas pentingnya regulasi yang jelas dan final sebelum sistem satu kelas diterapkan. Salah satu pertanyaan yang belum terjawab adalah bagaimana spesifikasi kamar akan ditentukan—apakah dengan empat, dua, atau satu tempat tidur per ruang rawat. Ketidakpastian ini menjadi hambatan bagi rumah sakit dalam mempersiapkan infrastruktur.
Kesiapan rumah sakit menjadi isu utama lain dalam diskusi. Para pembahas, seperti Dr. Ing. Ichsan Hanafi, MARS, MH dan Dr. Ida Bagus Nyoman Banjar, MKM dari ARSADA, menekankan perlunya panduan teknis dan dukungan pendanaan agar transformasi infrastruktur tidak membebani operasional fasilitas kesehatan. Rumah sakit swasta maupun milik daerah menghadapi tantangan berbeda, sehingga kebijakan pusat perlu adaptif.
Tak hanya soal teknis, diskusi juga menggarisbawahi risiko terhadap arus kas rumah sakit dan kesinambungan program JKN. Bila biaya meningkat tanpa disertai efisiensi, maka tekanan terhadap dana JKN akan makin berat.
Karena keterbatasan waktu, sejumlah pertanyaan strategis seperti kemungkinan opsi naik kelas layanan untuk peserta yang ingin tambahan kenyamanan, akan dibahas lebih lanjut dalam sesi diskusi lanjutan setelah regulasi KRIS resmi dirilis pemerintah.
Webinar ini ditutup dengan harapan bahwa semua pihak dapat bergerak selaras dalam menyiapkan sistem kelas rawat inap yang adil, layak, dan berkelanjutan. Transformasi menuju KRIS bukan hanya urusan teknis, tapi juga momentum penataan ulang sistem jaminan sosial nasional yang lebih inklusif.