Webinar Series Mental Health IV Indonesia Maju dengan Kesehatan Jiwa Terpadu
Dalam rangka memperingati Hari Kesehatan Jiwa Sedunia, Pusat KPMAK didukung oleh Johnson n Johnson Indonesia kembali menggelar acara Webinar Series Mental Health pada Kamis (7/10). Webinar ini merupakan kegiatan puncak dari webinar series sebelumnya dan tema yang diusung kali ini bertajuk “Indonesia Maju dengan Kesehatan Jiwa Terpadu”. Webinar puncak kali ini menghadirkan Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., PhD (Direktur Utama BPJS Kesehatan) sebagai keynote speaker serta narasumber lain, yaitu dr. Celestinus Eigya Munthe, SpKJ, MKes (Direktur Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan NAPZA Kementerian Kesehatan RI), dr. Yuli Farianti, M.Epid (Kepala Bidang Jaminan Kesehatan P2JK Kementerian Kesehatan), Dr. dr. Ronny Tri Wirasto, SpKJ (Psikiater RSUP dr. Sardjito Yogyakarta), Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt, MKes, MBA (Ketua Pusat KPMAK FK-KMK UGM), Dr. Esty Febriani, MKes (Lembaga Kesehatan Nahdlatul Ulama), serta Ibu Devy Yheanne (Indonesia Community Impact Lead PT Johnson n Johnson Indonesia). Webinar puncak ini dimoderatori oleh Dr. dr. Hervita Diatri, SpKJ(K), kepala Divisi Psikiatri Komunitas Departemen Psikiatri RSCM FK UI.
Berbeda dengan kegiatan webinar series sebelumnya, webinar kali ini diawali dengan interaksi pooling seputar pelayanan kesehatan jiwa di Indonesia yang kemudian dilanjutkan pemaparan materi oleh Prof. dr. Ali Ghufron Mukti, MSc., PhD. Beliau menyampaikan materi terkait “Penjaminan Pelayanan Kesehatan Jiwa dalam Program JKN” dan pada pemaparannya beliau menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan saat ini memang tengah berfokus pada peningkatan mutu pelayanan, termasuk mutu pelayanan kesehatan jiwa. Dalam rangka peningkatan mutu tersebut BPJS Kesehatan berinovasi dengan berbagai terobosan melalui aplikasi Mobile JKN, salah satunya adalah telekonsultasi antara dokter FKTP dengan peserta.
Pemaparan materi pertama disampaikan oleh dr. Yuli Farianti, M.Epid dengan topik “Mobilisasi Pembiayaan untuk Kesehatan Jiwa”. Beliau menyampaikan bahwa pembiayaan kesehatan jiwa dalam aspek kesehatan perorangan didukung oleh JKN dan aspek kesehatan masyarakat didukung oleh skema SPM yang mana terdapat peran pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemerintah daerah harus melihat resources yang dimiliki dan mapping kendala. Alokasi belanja kesehatan pada pengendalian penyakit sepatutnya dapat dikelola dengan baik dan digunakan sebagaimana mestinya, sehingga diperlukan berbagai transformasi ke depan. Pemaparan materi kedua disampaikan oleh Dr. dr. Ronny Tri Wirasto, SpKJ dengan mengangkat topik “Layanan Kesehatan Jiwa di Sardjito”. Dokter Ronny menyampaikan bahwa saat ini RS Sardjito bersama dengan Pemerintah Daerah DIY sedang dalam proses penyusunan peraturan daerah terkait ODGJ agar bisa mandiri di masyarakat. RS Sardjito juga melakukan program-program kesehatan jiwa, di antaranya adalah kerja sama pendidikan di Puskesmas, pengabdian masyarakat, edukasi masyarakat secara reguler, hotline, serta telekonsultasi. Pemateri ketiga adalah dr. Celestinus Eigya Munthe, SpKJ, MKes dengan tema “Program Kesehatan Jiwa Terpadu di Berbagai Tingkat Fasilitas Kesehatan. Beliau melaporkan bahwa masalah kesehatan jiwa di Indonesia pada saat ini mencakup akses dan empat masalah utama lain, sehingga sangat diperlukan keterlibatan program yang sudah di mulai sejak awal kehidupan yang sampai akhir hidup dengan menekankan pada kesehatan jiwa promotif dan peventif. Beliau juga menyampaijan dalam rangka peningkatan akses layanan kesehatan jiwa, Kementerian Kesehatan berupaya untuk menurunkan stigma dan diskriminasi dalam pelayanan kesehatan jiwa dengan cara meningkatkan jumlah Puskesmas layanan kesehatan jiwa. Harapannya adalah agar Puskesmas mampu mengenali dan deteksi dini ODJG di wilayah kerjanya agar dapat memberikan intervensi sesuai dengan kompetensinya.
Materi keempat disampaikan oleh Ibu Devy Yheanne dengan topik “Global Community Impact”, beliau memaparkan bahwa setiap orang harus memiliki akses terhadap layanan kesehatan dasar yang berkualitas. Oleh karena itu, Johnson n Johnson memberikan aksi dukungan pembiayaan pendidikan tenaga kesehatan, serta berbagai program lain, seperti Saving Lives at Birth dan Community Health Empowerment for Early-detecting and Reintegrating of Schizophrenia (CHEERS). Pemaparan materi ini disambung oleh Dr. Esty Febriani, MKes dengan topik “Memberdayakan Masyarakat untuk Mendukung ODS” yang menceritakan program CHEERS yang tengah dikelola Lembaga Kesehatan NU dan Lentera Kesehatan Nusantara di Sidoarjo dan Ponorogo. Hasil survei program CHEERS menunjukkan bahwa masih terdapat pandangan masyarakat yang tidak tepat terkait ODS dan rendahnya persentase kepesertaan BPJS Kesehatan di wilayan Ponorogo (di bawah 40%) sebab terdapat individu yang tidak mempunyai KTP/NIK. Temuan lain yang perlu diperhatikan adalah bahwa pelayanan kesehatan jiwa lebih berfokus pada pengobatan, sehingga LKNU melakukan pendekatan masyarakat dengan menggerakkan kader.
Materi terakhir disampaikan oleh Dr. Diah Ayu Puspandari, Apt, MKes, MBA yang membahas “Pembiayaan Skizofrenia dan Tantangannya”. Berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya menjadi perhatian dalam pelayanan kesehatan, tetapi terdapat pula peluang berupa perkembangan teknologi kesehatan yang mendorong equitable access, sustainable financing, dan quality of care. Beliau juga menyampaikan pemaparan hasil kajian awal yang dilakukan Pusat KPMAK bersama dengan Johnson n Johnson Indonesia, yaitu sebagian besar pasien skizofrenia merupakan usia produktif, artinya jika skizofrenia dapat diatasi dengan baik tentu produktivitas angkatan kerja juga dapat turut serta membangun negeri. Berdasar hasil penelusuran referensi ternyata menunjukkan bahwa mental health financing di low middle-income country masih kurang, berbeda halnya dengan negara lan yang bahkan anggaran kesehatan jiwa mencapai 5-30%.
Tidak berbeda dengan webinar series yang lalu, setelah pemaparan materi dibuka sesi diskusi interaktif antara peserta dengan narasumber. Di akhir webinar, Dr. dr. Hervita Diatri, SpKJ(K) sebagai moderator menyimpulkan bahwa terkait peningkatan akses masih diperlukan optimalisasi dan perjalanan berkelanjutan terkait peningkatan akses, cost-effectiveness, dan mutu layanan. Namun, dari ketiga permasalahan tersebut diperlukan penentuan high priority dengan menyesuaikan kebutuhan dan ketersediaan sumber daya yang dimiliki.
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!