Sosialisasi Hasil Kajian Survey Nasional II Skema JKN dalam Kaitannya dengan Kebutuhan Perempuan dan Pelayanan Kesehatan Reproduksi dan Seksual
Yogyakarta- Rabu, 10 Agustus 2016 Lembaga Konsumen Yogyakarta dan Yayasan Kesehatan Perempuan (YKP) mengadakan sosialisasi mengenai hasil studi pelaksaan skema JKN dalam kaitannya dengan kebutuhan perempuan dan pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual tahun 2016 di Ayodia Meeting Room Tasneem Hotel, Yogyakarta.
Sosialisasi hasil kajian ini diisi oleh tiga pembicara perwakilan dari LYK, Dinkes DIY dan IDI Yogyakarta. Pembicara Pertama oleh Bapak Dwi Priyono dari Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) memaparkan hasil Survey Nasional II Skema JKN dalam Kaitannya dengan kebutuhan perempuan dalam pelayanan kesehatan reproduksi dan seksual, yang mana ada 15 aktifis dan NGO yang bekerjasama dalam kajian ini, temuan dalam survey nasional II ini antara lain:
- Di Kota Yogyakarta 100% masyarakat pernah mendengar mengenai BPJS Kesehatan, namun pada tingkat nasional hanya 84% yang pernah mendengar mengenai BPJS Kesehatan.
- Sumber Informasi mengenai prosedur BPJS Kesehatan paling banyak didapatkan dari: Puskesmas/Pustu (25,1%); Keluarga (15,1%); Orang lain (10,6%); Rumah Sakit (9,5%)
- Sebagian Masyarakat mengetahui hanya persalinan normal yang ditanggung oleh BPJS Kesehatan, sedangkan untuk pelayanan diluar persalinan normal tidak mengetahui.
- 43% peserta yang tidak memiliki JKN, mengatakan tidak mengetahui prosedur pendaftaran sehingga tidak ikut BPJS Kesehatan, dan 36,8% mengatakan tidak bisa membayar premi sehingga tidak ikut BPJS Kesehatan.
- 32,9% mengeluarkan biaya tambahan dalam mengakses layanan kesehatan, (biaya tambahan ini berupa: biaya transportasi, obat, periksa darah, periksa urin, kantong darah, konsultasi dokter, USG, dan lainnya)
- 46% pengguna bpjs merasa ada perbedaan pelayanan kesehatan yang diterima
- 90% responden mengatakan tidak mengetahui prosedur/cara mengadu terhadap layanan BPJS Kesehatan
- Dalam pelaksanaan program JKN oleh BPJS masih terdapat persoalan khususnya masyarakat yang merasa dirugikan namun hanya sedikit dari mayarakat yang memahami mekanisme komplain. Dari sedikit masyarakat yang mengetahui mekanisme komplain sangat sedikit yang mau untuk melaporkan. Apabila terjadi persoalan beberapa masyarakat cenderung mengesampingkan BPJS dan lebih memilih untuk membayar secara mandiri mengingat masih adanya perbedaan perlakuandari penyedia jasa kesehatan maupun prosedur klaim yang dirasa rumit.
Pembicara Kedua oleh Bapak Muhammad Agus Priyanto perwakilan Dinkes DIY yang memaparkan mengenai pengembangan layanan Jamkesos di D.I. Yogyakarta. Hal menarik yang beliau sampaikan antara lain:
- Mengenai Transisi PBI JKN (Rekonsiliasi JKN)
- Buffer JKN, mengenai masalah identitas sebagai salah satu syarat pendaftaran dalam program JKN, permasalahan identitas ini muncul ketika masyarakat dengan keterbatasan dan tidak memiliki kartu identitas mendadak membutuhkan pelayanan kesehatan, untuk mengatasi masalah seperti ini Jamkesos DIY telah memiliki sebuah sistem yang disebut Buffer, dimana dengan Buffer ini Pemerintah DIY menyediakan sejumlah anggaran untuk mencakup masyarakat yang tidak memiliki kartu identitas dan memiliki keterbatasan yang membutuhkan layanan kesehatan segera. Sistem Buffer Jamkesos DIY saat ini mencakup kriteria:
- Miskin yang belum masuk JKN;
- Rawan Kesehatan (Gizi Buruk, Kipi, Psikotik, Thalasemia, HIV); dan
- PMKS (Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial) seperti: Gelandangan pengemis, terlantar, korban kekerasan, korban traficking, pekerja migran, korban bencana alam/sosial, warga panti sosial binaan, dan lapas anak)
Jamkesos juga mencakup USG untuk pasien miskin dengan risiko tinggi dan Jaminan kesehatan untuk korban perilaku kekerasan sexual perempuan dan anak.
- Jamkesos DIY memiliki sistem komplemen suplemen program JKN antara lain:
- Jamkes Preventif (Posbindu penyakit tidak menular, posbindu lansia);
- Jamkes Preventif khusus Ibu dan Anak/KIA (TORCH, ANC+, Persalinan+ keluarga miskin belum tercakup JKN);
- Jamkes Rehabilitatif (Homecare/Visit untuk Usila, Katastrofik, Psikotik, Paliatif);
- Jamkes Khusus Disabilitas (Miskin, Mandiri, Jamkesus Terpadu, Rehabilitatif);
- Jamkes Khusus Kader (Miskin dan belum memiliki jaminan kesehatan);
- Jamkes Mandiri Khusus (Preventif-rehabilitatif, Disabilitas, Bertahap, Lembaga)
Untuk meningkatkan sosialisasi mengenai Jamkesos Dinkes bekerjasama dengan media dan dengan kegiatan langsung di masyarakat. Jamkesos DIY telah memperluas Jaringan providernya untuk dapat mencakup Privilege atau Keinginan Masyarakat untuk dapat berkunjung/berobat ke Fasilitas kesehatan Pilihannya.
Pembicara ketiga Bapak dr.Bambang Suryono S dari IDI D.I. Yogyakarta memaparkan bahwa masalah generasi muda saat ini yaitu terkait pada masalah Narkoba, Miras, Reproduksi, Radikalisme, Tindak kekerasan yang memerlukan penanganan yang komprehensif dari semua kelompok masyarakat.
Saran dari hasil survey LKY ini antara lain:
- BPJS Kesehatan harus bekerjasama dengan banyak pihak (faskes klinik bersalin), sehingga peserta dapat menggunakan hak-nya pada faskes yang diinginkan.
- Perlunya sosialisasi yang lebih gencar kepada segenap lapisan masyarakat tentang prosedur mengakses BPJS serta cakupan layanan yang ada, agar akses perempuan terhadap layanan kespro dalam skema JKN/BPJS meningkat.
- Meminimalisir adanya “Out of pocket”/pengeluaran biaya sendiri dari peserta BPJS, ketika menggunakan layanan BPJS.
- Meminimalisir adanya keluhan dari para pengguna BPJS, jika ada keluhan, hotline layanan harus siap serta penyelesaian keluhan/komplain yang cepat di internal BPJS.
- Sosialisasi dan pelatihan-pelatihan kepada para petugas di sarana kesehatan (baik medis dan non medis) terhadap prosedur dan cakupan layanan BPJS, baik di FKTL terutama FKTP.
- Peraturan-peraturan yang terdapat pada BPJS harus jelas dan tidak berubah-ubah
Materi pemaparan oleh ketiga narasumber dapat di unggah pada link ini
Leave a Reply
Want to join the discussion?Feel free to contribute!